2025 bener-bener ngagetin, guys. Pemerintah lagi-lagi ngeluarin wacana Tax Amnesty jilid III. Iya, kamu nggak salah baca. Amnesti pajak lagi.
Buat yang belum paham konsepnya, ini tuh semacam “jalan tobat express” buat para sultan yang dulu sempet ‘lupa’ laporin asetnya.
Jadi asal mereka mau jujur sekarang dan bayar tebusan (yang jauh di bawah pajak normal), yaudah, dosa masa lalu dihapus. Kayak nggak pernah ngumpet-ngumpetin duit di luar negeri gitu deh.
Tapi yang bikin rakyat biasa, terutama kelas pekerja kayak lo, gue, dan emak lo yang jualan di pasar, rada panas, ya karena ini bentuk pengampunan yang... terlalu memanjakan elite. Apalagi kalau dilihat dari sejarah amnesti pajak sebelumnya: yang tahun 2016 dan 2022.
Throwback Dikit, Yuk
1. Tahun 2016
Pemerintah ngeluarin Amnesti Pajak pertama. Targetnya sih keren—ngelacak aset tersembunyi biar negara dapet cuan.
Ada sekitar 956 ribu wajib pajak yang ikutan, dan nilai total aset yang “muncul ke permukaan” mencapai Rp 4.854 triliun.
Tapi tau nggak berapa duit beneran yang masuk ke kas negara? Cuma Rp 62 triliun. Jauh banget dari target Rp 103 triliun. That’s less than 2% dari aset yang diungkap. That’s wild.
2. Tahun 2022
Pemerintah coba lagi. Tapi efeknya mulai kelihatan: masyarakat mulai nyadar, “eh kok yang rajin bayar malah rugi ya? Yang nakal malah dikasih karpet merah?”
Dan sekarang, 2025, kita masuk ke volume ketiga. Mirip kayak film horror. Cuma ini bukan serem karena hantu, tapi karena sistem perpajakannya bikin rakyat biasa kayak kita jadi makin males percaya.
Siapa Sih yang Diampuni?
Coba kita pikir: siapa yang paling diuntungkan dari kebijakan ini? Bukan lo yang gajinya dipotong PPh 21 tiap bulan.
Bukan ibu-ibu yang bayar PPN tiap beli minyak goreng. Bukan juga pedagang kaki lima yang sekarang juga kena pajak UMKM.
Yang diuntungkan itu ya... mereka. Para pemilik korporasi, konglomerat, dan elit-elit kaya raya yang dulu bisa bebas naro duit di Swiss, Singapura, atau Virgin Islands.
Jadi ketika mereka dikasih kesempatan untuk “bertobat”, mereka cukup bayar tebusan ringan. That’s it. Selesai urusan.
Gak ada penyidikan, gak ada pengadilan, gak ada denda ratusan juta. Sedangkan kita? Telat bayar pajak dikit aja, bisa langsung dikirimin STP sama DJP. Kena denda 2% tiap bulan, dan itu nggak pake diskon.
Rakyat Jelata: Patuh Terus, Dapet Apa?
Ini yang bikin panas. Program ini makin memperlihatkan ketimpangan. Gimana nggak? Yang tajir dikasih amnesti, yang miskin malah terus-terusan dipalak.
Bahkan sekarang yang jualan online pun udah mulai dipantau pajaknya. Freelancer juga diminta lapor SPT tahunan, walaupun belum tentu ngerti cara isi e-Filing. Sementara yang dulunya punya aset ratusan miliar di luar negeri, bisa tidur nyenyak setelah bayar 6%.
Malah, ada kekhawatiran: jangan-jangan makin banyak orang sengaja nggak bayar pajak, karena mikir, “tenang aja, nanti juga ada amnesti lagi kok.” Nah lho.
Kalau gini terus, sistem jadi toxic. Kayak ngasih contoh buruk: “jadi warga negara yang baik? Nanti aja pas udah ketahuan.”

Konsultan Pajak: Jalan Tengahnya?
Kalau lo udah mulai pening sama semua ini, tenang. Ada jalan tengah yang bisa lo ambil. Lo bisa konsultasi ke konsultan pajak yang bener-bener ngerti regulasi, bisa bantu hitung, nyusun strategi, dan pastiin lo gak kena jebakan DJP.
Khususnya buat lo yang punya bisnis kecil atau lagi merintis startup, penting banget ngerti hak dan kewajiban lo. Jangan sampe lo yang patuh malah kejebak karena salah input data.
Konsultan Pajak Jakarta, misalnya, banyak yang udah punya pengalaman bantu UMKM sampai perusahaan besar buat beresin urusan pajaknya.
Dan tenang, mereka gak cuma buat perusahaan tajir. Freelancer dan pelaku usaha kecil juga bisa banget dibantu.
Amnesti = Trust Issue?
Poin paling penting sebenernya adalah: gimana pemerintah bisa bikin masyarakat percaya lagi sama sistem pajak? Karena sekarang trust-nya udah retak.
Solusinya bukan amnesti terus-menerus. Tapi reformasi sistem, transparansi, dan keadilan. Semua harus diperlakukan setara. Gak ada lagi “kelas istimewa” buat yang kaya dan koneksi tinggi.
Reformasi pajak seharusnya fokus ke:
- Penyederhanaan proses pelaporan dan pembayaran.
- Penghapusan birokrasi ribet yang bikin pelaku usaha kecil stres.
- Insentif bagi wajib pajak yang patuh.
- Penegakan hukum yang adil tanpa pandang bulu.
Amnesti Pajak Volume III bisa jadi solusi sementara buat nambah pemasukan negara. Tapi dalam jangka panjang, itu cuma tambal sulam. Kita butuh sistem perpajakan yang fair, jujur, dan gak memihak.
Dan untuk lo yang ngerasa, “kok makin banyak aturan tapi makin gak adil ya?” — lo gak sendiri. Waktunya speak up, edukasi diri, dan kalo bisa, gandeng konsultan pajak biar gak kejebak sistem yang makin ruwet ini.
Kalau lo berada di Jakarta dan ngerasa butuh bantuan, jangan malu buat reach out. Ada banyak konsultan pajak Jakarta yang siap bantu lo #TaxLife lo lebih chill dan legal. Jangan nunggu amnesti jilid IV ya, bro. ***
Posting Komentar
Posting Komentar